Jumat, 20 Juni 2008

Hutan Dibabat Rakyat Melarat

Masyarakat Adat Limbai Menolak Kehadiran Perusahaan HPH

Beginilah proses penghancuran hutan milik masyarakat adat dengan menggunakan alat-alat berat yang berteknologi sangat canggih. Alat ini sangat ampuh mencabut hutan-hutan primer di alam masyarakat adat. Dengan alat ini dapat menghabiskan kayu di tanah masyarakat adat puluhan hektar per-jamnya.

Situasi inilah yang dialami oleh beberapa kampung di pedalaman Kecamatan Serawai, Kabupaten Sintang. Salah satunya adalah Masyarakat Adat Limbai yang bermukim di Kampung Nusa Bakti, Kecamatan Serawai. Karena mereka menolak salah satu perusahaan yang bergerak di bidang HPH masuk di wilayah adatnya, maka perusahaan langsung mendirikan camp dan mendatangkan alat-alat berat (seperti gambar di atas). Perusahaan ini masuk pada tahun 2006, tanpa ada sosialisasi terlebih dahulu. Areal yang akan dimanfaatkan perusahaan merupakan areal hutan yang selama ini menjadi sumber pengahasilan masyarakat adat.

Berdasarkan informasi dari masyarakat adat bahwa perusahaan ini belum mendapat ijin resmi dari Menteri Kehutanan. Perusahaan hanya baru mendapat ijin rekomendasi dari Bupati Sintang dengan Nomor 168 Tahun 2001 tanggal 23 Desember 2001. Ini rekomendasi ini memberikan areal kelolanya di Sungai Serawai, artiny bukan di wilayah Kampung Nusa Bakti. Hal inilah yang menjadi alasan masyarakat adat Nusa Bakti menolak keberadaan perusahaan tersebut. Selain itu masyarakat adat tidak mau wilayah mereka, khususnya hutan (kayu) adat habis. Karena wilayah tersebut adalah sumber penghidupan mereka

Menanggapi masuknya perusahaan, masyarakat adat melakukan musyawarah adat antar kampung. Hasil musyawarah masyarakat adat sepakat untuk membuat surat pernyataan sikap untuk menolak perusahaan tersebut. Surat penolakan masyarakat adat yang dibuat pada tanggal 2 April 2007 tujukan kepada perusahaan, dengan tembusannya Camat Serawai, Kapolsek Serawai, Bupati Sintang, Kapolres Sintang, Dinas Kehutanan Sintang, Gubernur Kalbar, Dinas Kehutanan Propinsi, Kapolda Kalbar, Menteri Kehutanan dan Presiden Republik Indonesia. Tujuannya agar perusahaan menghentikan aktivitas pengkliman wilayah, dan agar Menteri Kehutanan tidak memberikan ijin kepada perusahaan tersebut.

Tidak ada komentar: