Jumat, 10 Mei 2013

KERUSAKAN EKOLOGIS, WACANA atau BENCANA

Banjir di Kab. Melawi 2012/Dok. LBBT
Potret Pengelolaan Sumber Daya Alam di Kabupaten Melawi


"Banjir terjadi akibat banyaknya perusahaan skala besar mengusur tanah, hutan dan SDA milik MA di Melawi", kata Mijar.

Bencana ekologis terjadi hampir setiap tahun dan merata di seluruh Provinsi, Kabupaten, Kota di Indonesia, tidak terkecuali di Kalimantan Barat, khususnya di Kabupaten Melawi. "Pada 2008, Nanga Pinoh dan Kecamatan lainnya dilanda banjir besar. Ini merupakan banjir terbesar sepanjang sejarah Melawi, dengan ketinggian air mencapai 3 - 5 meter hingga menggenangi Tugu Apang Semangai yang berada di jalan besar", ungkap warga Pinoh yang tidak menyebutkan namanya kepada KR.

Di penghujung 2012, Kota Nanga Pinoh kembali diterjang banjir. Walaupun tidak separah tahun 2008 lalu, tapi banjir menggenangi pemukiman penduduk yang berada dipinggiran Sungai Melawi dan area pasar, sehingga aktivitas jual-beli terpaksa dilakukan di atas perahu/sampan. Transportasi darat, Pontianak - Nanga Pinoh lumpuh total akibat genangan air di jalan raya. Akibatnya kenaikan harga kebutuhan pokok di Kota Nanga Pinoh tidak dapat dihindari.

"Banjir 2012 telah menggenangi toko-toko di pasar yang berada di tepi Sungai Melawi dengan ketinggian air hingga pertengahan pintu toko, atau kira-kira 2 meter tinggi airnya. Dampaknya, toko-toko tersebut yang sehari-harinya menjual barang kebutuhan pokok warga Nanga Pinoh pada tutup semuanya, sehingga harga barang juga ikut naik", tambah warga Nanga Pinoh, Pak Udong Maman. Hal senada diungkapkan oleh Mijar, "memang banjir kali ini (2012) yang terjadi di Kabupaten Melawi tidak setinggi pada tahun 2008, tapi dampaknya tetap saja masyarakat kecil yang menjadi korban. Yang jelas barang kebutuhan pokok menjadi sangat mahal. Kalau harga barang mahal maka yang tidak mampu membelinya adalah masyarakat kecil".

Mijar, menambahkan "banjir terjadi karena banyaknya perusahaan skala besar yang mengambil tanah, hutan dan sumber daya alam milik Masyarakat Adat di Melawi".

Gambaran Kabupaten Melawi
Kabupaten Melawi memiliki luas 10.640,80 Km2, dengan wilayah perbukitan seluas 8.818,70 Km2 atau 82,85% dari total luas wilayah Kabupaten. Sedangkan luas kawasan hutan mencapai 1.064.080 Ha, lebih dari separuhnya (52,45%) digunakan sebagai hutan produksi, lainnya sebesar 3,95% sebagai taman nasional, 20,63% sebagai hutan lindung, dan sisanya 22,97% sebagai pertanian lahan kering.

Data resmi Kabupaten Melawi, luas lahan kritis 70,53% dari seluruh luas wilayah Melawi, dimana 71,18% dari luas lahan kritis berada di kawasan hutan dan 28,81% berada di kawasan lainnya. Lahan kritis yang terluas adalah kawasan hutan produksi biasa yakni 96,00%.

Terjadinya lahan kritis di atas, akibat peralihan fungsi hutan sebagai lahan perkebunan/pertanian, HPH, HTI dan pertambangan skala besar. Dengan alasan untuk kepentingan pembangunan, pendapatan asli daerah dan kesejahteraan rakyat. Lahan yang katanya sudah "kritis" harus dimanfaatkan agar bernilai ekonomis tinggi. Sehingga Pemda melalui pihak ketiga yang bermodal besar, menanamkan investasinya di lahan-lahan milik Masyarakat Adat yang dianggap kritis tersebut.

Data lainnya, menyebutkan bahwa hingga 2010 di Kabupaten Melawi terdapat 10 izin Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit, dengan luas totalnya 136.878,00 Ha. Ada 2 perusahaan sawit yang telah mendapatkan Sertifikat HGU, dengan luas 44.600,00 Ha; ada 3 perusahaan sawit telah mendapatkan Izin Usaha Perkebunan, dengan luas 47.197,00 Ha; ada 4 perusahaan sawit baru mendapatkan Izin Lokasi, dengan luas 39.913,00 Ha; dan 1 perusahaan sawit dijatahkan mendapatkan pencadangan lahan, dengan luas 5.118,00 Ha.

Sementara itu, Dinas Pertambangan Provinsi Kalbar 2011 menyebutkan, Kabupaten Melawi memiliki 69 Izin Usaha Pertambangan Batu Bara, termasuk pertambangan uranium di daerah Bukit Kalan, Kecamatan Ella Hilir. Di Kecamatan Menukung sendiri terdapat 7 Izin Usaha Pertambangan Batu Bara yang telah mendapat Izin Lokasi dari Bupati Melawi, dengan luas 91.500,00 Ha. Berdasarkan buku Potret Hutan Kalimantan (2011), ada 3 Perusahaan HPH yang masih aktif di Kabupaten Melawi, dengan luas 111.570 Ha.

Kehadiran perusahaan-perusahaan skala besar di atas, telah berdampak pada kelestarian dan keberlanjutan fungsi ekologis di Kabupaten Melawi. Kenyataannya sekarang,di Kabupaten Melawi hampir setiap tahunnya terjadi bencana alam berupa banjir dan tanah longsor. Kerusakan ekologis "berbuah" bencana ini harusnya menjadi pembelajaran bagi semua pihak agar bijaksana dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam. 
 ****

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Tentu saja hal tersebut adalah bencana sebagai sumber bencana seperti banjir
ACT.ID