Masyarakat adat pada umumnya, terutama Masyarakat Adat Dayak di Kalimantan Barat pasti memiliki aturan atau hukuum adat. Tentu saja hukum adat yang pada di setiap daerah, setiap suku ataupun komunitas tidaklah sama. Keberadaan hukum adat ini merupakan warisan dari para leluhur nenek moyang mereka terdahulu. Ada berbagai jenis hukum adat yang berlaku pada setiap Suku Dayak di Kalimantan Barat ini. Mulai dari hukum adat perkawinan, hukum adat butang (selingkuh/zinah) sampai ke hukum adat pembunuhan atau pati nyawa. Dan hukum adat juga mengatur tentang cara mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam. Seperti pemanfaatan rimba bersama (rimba komunal).
Begitu juga dengan
Suku Dayak Mualang di Kampung Resak Balai, Kecamatan Belitang Hilir Kabupaten
Sekadau. Sebuah perkampungan kecil, yang dihuni kurang lebih 60 kepala keluarga
ini, masih sangat kental dengan rasa kekeluargaan dan kebersamaan dalam dalam
pergaulan hidup sehari-hari. Rasa kekeluargaan dan kerbersamaan, tidak terlepas
dari dipatuhi dan ditaatinya aturan (hukum) adat sebagai pedoman hidup bersama.
Bagi Dayak Mualang ini, setiap ada masalah atau sengketa di Kampung, maka
penyelesaiannya mengutamakan hukum adat. Dayak Mualang di Kampung Resak Balai percaya
bahwa hukum adat merupakan jalan terbaik dan masih memberi rasa keadilan dalam
menyelesaikan masalah atau sengketa yang terjadi. Tidak ada yang tidak bisa
diselesaikan dengan cara hukum adat. Karena tujuan adanya hukum adat adalah untuk mengatur tata tertib
dalam hidup bermasyarakat. Dan untuk menjaga agar hubungan antara manusia
dengan manusia, serta hubungan antara manusia dengan alam tetap terjaga,
seimmbang, damai dan harmonis.
Suku Dayak Mualang ini
juga mengenal berbagai jenis hukum adat. Mulai dari hukum adat yang mengatur
prilaku pribadi seseorang, antar sesama, hingga hukum adat yang berkaitan
dengan tanah dan pengelolaan sumber daya alam. Bagi mereka, hukum adat
merupakan hal yang sangat sacral, karena tidak hanya mengatur hubungan antar
sesama mereka, tapi juga mengatur hubungan mereka dengan para roh leluhur
penunggu alam. Itulah sebabnya, setiap ada pelanggaran terhadap hukum adat,
maka senang atau tidak senang si pelanggar harus dikenakan sanksi adat dan
wajib memenuhi sanksi adat (tail). Tentu saja sanksi adat yang ditanggung
tersebut sesuai dengan perbuatannya. TAIL adalah satuan untuk menyebutkan
sanksi adat menurut Dayak Mualang Kampung Resak Balai.
Salah satu hukum
adat yang hingga kini tetap dipatuhi warga Suku Dayak Mualang di Kampung Resak
Balai adalah Adat Butang atau Hukum Adat Butang. Hukum Adat ini merupakan
bagian dari hukum adat perkawinan. Karena perkawinan adalah bersatunya dua
insan manusia yang sangan berbeda dan tidak dapat dipisahkan oleh siapapun,
sehingga apabila terjadi pengingkaran terhadap perkawinan, baik oleh suami
ataupun istri, maka terhadap keduanya dikenakan hukum adat butang. Dalam bahasa
Indonesia Butang adalah perbuatan selingkuh atau zinah yang dilakukan oleh
laki-laki yang telah beristri atau sebaliknya perempuan yang telah bersuami. Hukum
adat butang ini diperuntukkan bagi setiap
orang (laki-laki dan perempuan) yang telah memiliki pasangan yang sah
atau telah berumah tangga. Menurut Ntri (Ketua) Adat Kampung Resak Bakai, Pak
Paternus mengatakan: “Butang (bara’) adalah perbuatan selingkuh atau zinah dengan
suami atau istiri orang lain. Apabilan perbuatan itu diketahui atau tertangkap
tangan, maka laki-laki maupun perempuan sama-sama dikenakan Hukum Adat Butang”.
Sanksi adat butang
yang dituliskan dibawah ini merupakan gambaran sanksi adat butang pada umunya
yang berlaku pada Suku Dayak Mualang di Kampung Resak Balai. Artinya antara laki-laki
dan perempuan yang ketahuan butang tidak memiliki hubungan kekeluargaan atau
hubungan mali. Besarnya sanksi adat butang bagi mereka yang ketahuan adalah
untuk pihak sebesar: 15 tail mangkok, 5 buah tempayan yang terdiri dari 3 buah
tempayan hitam dan 2 buah tempayan biasa, 1 renti babi, 1 ekor ayam, ditambah
tengan 4 tail pun, sebuah tempayan jabau asam 4 tail pun, sebuah tempayan.
Sedangkan besarnya sanksi adat butang yang harus ditanggung pihak perempuan adalah:
10 tail mangkok, 4 buah tempayan terdiri dari 1 buah tempayan hitam dan 3 buah
tempayan biasa, tengan 4 tail mangkok, sebuah tempayan, ditambah jabau asam 4
tail mangkok, dan sebuah tempayan.
Sanksi adat butang di
atas, menggambarkan bahwa besarnya sanksi adat yang dikeluarkan oleh pihak laki-laki
dan perempuan tidaklah sama. Penentuan besarnya sanksi adat butang juga dipengaruhi
oleh hubungan darah (kekeluargaan) antara laki-laki dan perempuan. Apabila keduanya
(laki-laki dan perempuan) masih memiliki hubungan keluarga, maka akan dikenakan
sanksi Adat Pemali. Sanksi adat pemali juga tidak sembarangan, karena harus dilihat
lagi sejauh mana hubungan kekeluargaan mereka tersebut.
Hukum Adat Butang di
atas merupakan pelajaran penting bagi suami-istri agar konsisten menjalankan mahligai
hidup berkeluarga. Untuk itu, bagi laki-laki maupun perempuan yang sudah
terikat perkawinan hendaknya konsisten menjaga keutuhan rumah tangga mereka.
Bagi Suku Dayak Mualang di Kampung Resak Balai harus tetap mempertahankan dan
mematuhi hukum adat butang yang mulia ini.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar