Pelajaran Penting Bagi Perusahaan yang Ingin Beroperasi
di Wilayah Masyarakat Adat
Ini yang kedua kalinya Masyarakat Adat Limbai menghukum adat Perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan. Hanya yang berbeda adalah tempat dan nama perusahaannya. Kali Masyarakat Adat Limbai Ketemenggungan Siyai yang mengambil tindakkan dengan menghukum adat sebuah perusahaan pertambangan yang bernama PT. GMT Servisces sebesar Rp. 8.200.000,- (Delapan Juta Dua Ratus Ribu Rupian). Adat yang dikenakan adalah adat salah basa, adat kesupan kampung, adat kesupan temenggung. Namun belum ada secara rinci mengenai jumlah masing-masing adat.
Penghukuman Adat oleh Masyarakat Adat Limbai Ketemenggungan Siyai berawal dari dikeluarkaannya surat pemberitahuan oleh Camat Menukung kepada Kepala Desa Belaban Ella. Keluarnya surat pemberitahuan didasari adanya Surat Tugas yang dikeluarkan oleh PT. GMT Services dengan nomor: 010/ST-SR&MRM/VII/2008.RM, pada tanggal 14 Juli 2008 tentang Penyelidikan Wilayah dan Pemetaan (Mapping) di Daerah Kecamatan Menukung Kabupaten Melawi dalam Konsesi PT. Sindo Resources dan PT. Melawi Rimba Minerals. Dari surat tugas tersebut, ada 4 orang yang ditunjuk untuk melakukan survey batu bara, yaitu: 1). Arief Syafrul Hakim; 2). Hendry Kusumoyudho; 3). Imam Munandar; dan 4). Standy A. Paat. Inti dari surat tersebut adalah memberitahukan kepada Kepala Desa bahwa akan ada tim survey batu bara yang melakukan penyelidikan wilayah dan pemetaan di daerah Kecamatan Menukung Kabupaten Melawi. Sehubungan dengan surat tersebut diminta kepada Kepala Desa agar membantu kelancaran tim survey di wilayah kedesaan Belaban Ella, kemudian Kepala Desa diminta agar memberitahukan juga kepada warga masyarakat tentang kegiatan tim survey batu bara tersebut. Ternyata surat yang dikirimkan oleh Camat Menukung, tidak diumumkan oleh Kepala Desa kepada warga masyarakatnya.
Pada tanggal 4 Agustus 2008, ada orang warga Kampung Sungkup yang sedang pergi ke ladang bertemu dengan tim survey batu bara. Ternyata tim survey juga dibantu oleh beberapa orang warga masyarakat dari kampung lainnya sebagai penunjuk jalan. Warga masyarakat Sungkup yang bertemu dengan tim survey tersebut bertanya: ”mau kemana kalian?”. Dijawab oleh mereka: ”kami mau memancing ikan”. Mendengar jawaban dari tim survey, warga Sungkup langsung pulang dan memberitahukan kepada warga masyarakat adat yang lainnya bahwa ada orang yang melakukan survey batu bara ke wilayah mereka. Mendengar berita tersebut beberapa orang warga masyarakat adat menyusul dan mendatangi tim survey. Setelah ketemu, langsung dibawa ke kampung Sungkup untuk bermusyawarah. Setelah dilakukan musyawarah, masyarakat adat meminta agar tim survey memenuhi tuntutan adat, karena melakukan survey tanpa pemberitahuan sebelumnya. Adat yang dikenakan adalah adat salah basa. Atas tuntutan adat, pihak tim survey meminta waktu untuk memenuhi tuntutan adatnya. Permintaan penangguhan waktu dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada tim melakukan konsultasi dan koordinasi dengan pimpinan perusahaan.
Berdasarkan surat kesapakatan yang di buat di Desa Siyai pada tanggal 6 Agustus 2008 antara Masyarakat Adat Ketemenggungan Siyai dan Tim Survey bahwa akan ada pertemuan lanjutan untuk penyelesaian tuntutan adat pada tanggal 9 Agustus 2008. Kesepakatan ini sendiri di buat setelah ada pertemuan yang dihadiri oleh pihak Muspika (Camat, Dan ramil, dan Kapolsek) Kecamatan Menukung. Namun kesepakatan ini tidak dilaksanakan oleh tim survey. Akhirnya realisasi pemenuhan tuntutan adat dilaksanakan pada tanggal 4 September 2008 di Kampung Sungkup. Pada saat pemenuhan hukum adat dilaksanakan upacara adat. Upacara adat dimaksudkan agar tidak ada lagi tuntutan dari pihak manapun atas kasus yang sudah terjadi. Selain itu dilakukan upacara adat sumpah yang dimaksudkan agar pihak-pihak luar tidak sewenang-sewenang memasuki wilayah adat. Harus ada pemberitahuan dan musyawarah dulu dengan masyarakat adat sebagai pemilih wilayah apabila ingin masuk ke wilayah adat mereka.
Kasus ini menggambarkan bahwa tidak ada koordinasi antara para pengusaha, pemerintah. Pemerintah menganggap bahwa semua tanah beserta isinya adalah milik negara yang dapat digunakan untuk apa saja tanpa memperhatikan hak-hak Masyarakat Adat setempat. Dan kasus ini sebenarnya dapat menjadi pelajaran bagi Pemda Melawi, karena ini yang kedua kalinya Masyarakat Adat Limbai di Menukung menghukum adat perusahaan pertambangan batu bara. Seharusnya Pemda bersama Perusahaan jera donk.........
Tidak ada komentar:
Posting Komentar