Perempuan Adat Dusun Gurung Permai Kecamatan Serawai Mengusir
Tim Survey Pertambangan Batu Bara beserta Muspika Serawai
Serawai - Kejadian ini bermula pada hari Sabut tanggal 18 Oktober 2008, ketika tim survey dari PT. Heravika Kalsindo datang ke Dusun Gurung Permai, Desa Gurung Sengiang Kecamatan Serawai Kabupaten Sintang. Perusahaan ini sendiri bergerak di bidang pertambangan. Areal utama perusahaan ini terletak di bukit kerapas, bukit alat dan bukit bunyau. Kedatangan tim survey pertambangan batu bara berbekal surat tugas yang dikeluarkan oleh Bupati Sintang. Inti dari surat tugas tersebut adalah memberikan ijin kepada tim survey batu bara untuk melakukan penyidikan atas potensi batu bara yang ada di wilayah masyarakat adat Desa Sengiang. Waktu yang diberikan oleh Bupati Sintang adalah selama 1 (satu) bulan dimulai dari tanggal 24 September – 24 Oktober 2008. Ada 7 (tujuh) orang tim survey yang datang salah satunya adalah Direktur Perusahaan pertambangan batu batu bara yang bernama Ir. Agung dan satu orang lagi konsultanya bernama Wisman, sedangkan yang lainnya adalah tim teknis lapangan. Kedatangan rombongan ini tidak sendiri. Ikut dalam rombongan tim survey batu bara ada dari pihak Kecamatan Serawai, yaitu: Camat, Polsek, dan Wakil Danramil serta 8 (delapan) orang warga Masyarakat Desa Mentibar ditambah 3 (tiga) orang warga Desa Gurung Sengiang Kecamatan Serawai, Kapaten Melawi
Pada hari hari Jumat tanggal 17 Oktober 2008 pihak Kecamatan Serawai talah mengadakan suatu pertemuan yang diberi judul ”Penyuluhan Hukum” dengan pesertanya adalah para Kepala Desa Serawai dan instansi pendidikan di Serawai. Pertemuan ini sendiri dimanfaatkan oleh pihak kecamatan melakukan sosialisasi mengenai kedatangan tim survey pertambangan batu bara ke wilayah Kades masing-masing. Berdasarkan informasi dari warga yang tidak mau disebutkan namanya bahwa tidak ada penyuluhan hukum, yang ada adalah sosialisasi tentang keberadaan tim survey pertambangan batu bara dari PT. Heravika Kalsindo yang akan melakukan penyidikan batu bara di wilayah Desa Gurung Sengiang Dusun Gurung Permai. Diminta kepada para Kepala Desa agar memberitahukan kepada Kepala Dusunya masing-masing agar mau menerima dan mengantar tim survey batu bara tersebut.
Mengacu kepada hasil pertemuan yang diselenggarakan oleh pihak Kecamatan Serawai, maka Pjs. Kepala Desa (Kades) Gurung Sengiang menginformasikan kepada Kepala Dusun agar mau mengijinkan dan mengantar tim survey pertambangan batu bara masuk ke wilayah Dusun Gurung Permai. Berbekal instruksi dari Pjs. Kades Gurung Sengiang, maka pada malam Jumat tanggal 17 Oktober 2008 Kadus Gurung Permai mengajak warganya berkumpul di rumah kadus guna menyikapi rencana kedatangan tim survey pertambangan batu bara tersebut. Musyawarah pun dilakukan di rumah Kadus. Dari diskusi panjang lebar, karena sempat terjadi pro dan kontra atas kehadiran tim survey. dari musyawarah tersebut warga akhirnya menemukan kata sepakat untuk membuat surat penolakan terhadap kehadiran tim survey pertambangan batu bara. Surat penolakan yang dibuat langsung ditandatangani dan ada yang menggunakan cap jempol oleh seluruh warga Dusun Gurung Permai.
Pada hari Sabtu, tanggal 18 Okboter 2008 jam 08.00 Wib Masyarakat Adat Dusun Gurung Permai Desa Gurung Sengiang sudah berkumpul di rumah Kadus menunggu kedatangan tim survey pertambangan batu bara. Ternyata rombongan tim survey yang didampingi oleh Muspika Serawai datang pada pukul 14.00 Wib (jam 2 siang) ke Dusun Gurung Permai. Tidak kurang setengah hari Masyarakat Adat menunggu kedatangan rombongan tim survey. Situasi ini semakin membuat Masyarakat Adat kecewa bercampur marah karena mereka sudah menyita waktu kerja ke ladang, ke kebun karet dan kegiatan lainnya yang merupakan kegiatan rutinitas.
Setibanya rombongan tim survey beserta Muspika Serawai, yang pertama ditanya Camat adalah Pjs. Kepala Desa Gurung Sengiang. Camat mengatakan apakah Pjs. Kades sudah menginformasikan kedatangan mereka ke warganya. Pjs. Kades hanya mengatakan bahwa: “sudah memberitahukan kepada Kepala Dusun Gurung Sengiang agar menerima dan mengantarkan tim survey batu bara”. Setelah itu Pak Camat langsung membacakan surat tugas yang dikeluarkan oleh Bupati Sintang yang intinya mengijinkan tim survey pertambangan batu bara masuk ke wilayah Serawai. Pak Camat mengatakan kalau perusahaan petambangan batu bara masuk maka akan membuka lapangan kerja bagi masyarakat, menambah pendapatan (ekonomi) masyarakat meningkat, perusahaan akan membuat jalan tembus dari dusun ke dusun dan sebagainya. Mengenai pemukiman penduduk yang terkena langsung areal pertambangan, Camat mengatakan bahwa “pemukiman penduduk yang tekena langsung areal pertambangan akan dipindahkan”. Terutama pemukiman penduduk yang barada di kaki bukit alat akan di pindahkan ke seberang sungai gurung’, kata camat lagi. Sehingga Camat menghimbau agar para Kadus dapat mengijinkan dan mengantar tim survey batu bara melakukan penyidikan untuk mengetahui muta batu bara yang ada di wilayah ini.
Mendengar pernyataan Camat, Kadus langsung menanggapi dengan menyatakan bahwa: “Saya tergantung kepada warga masyarakat saya, karena saya dipilih oleh warga masyarakat. Kalau warga masyarakat saya mengatakan setuju dan menghendaki adanya perusahaan batu bara maka saya juga tidak bisa menolaknya, begitu juga sebalinya, kalau warga masyarakat saya mengatakan tidak setuju saya juga tidak bisa menolaknya”. Setelah mendengar jawaban dari Kadus tersebut, secara serentak warga Masyarakat Adat mengatakan tidak setuju adanya perusahaan pertambangan batu bara di wilayah kami. Pernyataan warga masyarakat didukung oleh wakil ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa Gurung Sengiang (Pak Hendrikus Ujang). Pak Hendrikus Ujang langsung bertanya: “Apakah ada pimpro perusahaan pertambangan batu bara ikut dalam tim survey ini?”. Camat mengatakan tidak ada pimpro ikut. Pada hal di antara tim survey tersebut ada pimpro perusahaannya. Mendengar jawaban itu wakil ketua BPD langsung membacakan surat penolakan yang telah dibuat oleh masyarakat adat sejak lama. Masyarakat Adat di wilayah ini sudah lama membuat surat pernyataan penolakan terhadap berbagai jenis perusahaan yang ingin masuk ke wilayah mereka. Bahkan beliau membacakan kronologis beberapa perusahaan yang pernah dan akan masuk ke wilayah adat mereka, seperti perusahaan Borneo Karunia Mandiri (BKM) yang bergerak di bidang HPH, perusahaan sawit dan yang terakhir perusahaan pertambangan batu bara. Semua perusahaan yang ada tersebut ditolak keberadaannya oleh Masyarakat Adat. Masyarakat adat mangancam, apabila perusahaan pertambangan batu bara ini benar-benar ingin beroperasi di wilayah adat mereka, jangan salahkan Masyarakat Adat apabila bertindak sesuai dengan aturan Masyarakat Adat sendiri.
Sikap dan Tanggapan Muspika Serawai dan Tim Survey
Setelah mendengar semua sikap dan pernyataan Masyarakat Adat Dusun Gurung Permai yang menolak secara mentah-mentah kehadiran perusahaan pertambangan batu bara. Camat langsung beraksi dan mengajak Masyarakat Adat untuk bersumpah atas pernyataan mereka. Dia mengatakan: ”Apakah Masyarakat Adat berani bersumpah atas penolakan tersebut?”. Masyarakat adat secara serentak mengatakan berani. ”Apakah Masyarakat Adat berani berhadapan dengan Bupati?”, kata Camat lagi. Masyarakat adat mengatakan lagi: ”Jangankan berhadapan dengan Bupati, berhadapan dengan Presiden, Guburner kami tidak takut”.
Lain lagi pernyataan manajer perusahaan pertambangan atas sikap dan pernyataan Masyarakat Adat yang menolak kehadiran pertambangan batu bara. Menejer perusahaan hanya memberikan pandangan, bahwa kehadiran perusahaan akan memberikan lapangan kerja bagi masyarakat, memberikan fasilitas dalam bentuk bina desa, membuka akses jalan tembus dari jalan raya ke dusun-dusun lainnya, dapat meningkatkan perekonomian masyarakat, mudah mendapatkan uang banyak sehingga bisa membeli motor dan mobil. Jadi manajernya lebih kepada promosi yang bagus-bagus saja apabila perusahaan pertambangan jadi beroperasi di wilayah milik Masyarakat Adat. Dan tidak ada dari rombongan tim survey yang mengatakan hal-hal jelek apabila suatu perusahaan beroperasi di wilayah Masyarakat Adat.
Menurut warga Dusun Gurung Permai, promosi seperti ini sudah basi sering disampaikan oleh banyak perusahaan yang hanya ingin memperkaya diri sendiri. ”Mana mungkin perusahaan seperti pertambangan batu bara mau rugi hanya karena memenuhi permintaan masyarakat adat”, celetuk seorang warga lainnya. Oleh sebab itu beberapa perusahaan yang pernah masuk ke wilayah adat ini tidak pernah menempati janjinya, seperti ada uang bina desa, perbaikan jalan, membuat rumah adat, memperbaiki rumah ibadat dan sebagainya. Apabila perusahaan sudah untung dengan mengeruk semua sumber daya alam milik Masyarakat Adat maka pasti mereka tidak peduli lagi dengan Masyarakat Adat setempat. Dan konflik-konflik yang terjadi antara Masyarakat Adat dengan perusahaan juga berakar dari tidak dipenuhinya janji-jani yang pernah dilontarkan pada waktu ingin masuk ke wilayah milik Masyarakat Adat.
Atas pernyataan Camat Serawai dan manajer perusahaan yang menurut mereka tidak memuaskan di atas, kaum perempuan adat beraksi dan marah. Mereka langsung mengusir rombongan tim survey batu bara untuk segera angkat kaki dari dusun mereka. Pengusiran terhadap para pejabat pemerintah dan perusahaan oleh kaum perempuan adat di pedalam Kalbar merupakan hal baru bagi kita semua. Ini membuktikan bahwa kelompok perempuan adat juga sangat peduli dengan hak-hak masyarakat adat atas tanah dan sumber daya alam lainnya. Jadi persoalan memperjuangkan dan mempertahankan hak-hak Masyarakat Adat bukan persoalan kaum laki-laki saja. Karena kalau sumber daya alam yang merupakan sumber penghidupan Masyarakat Adat habis, maka yang lebih merasakan sakit adalah kaum perempuan adat. Karena mereka tidak bisa lagi membuat berbagai jenis kerajinan tangan, mereka sulit mencari air bersih baik untuk di minum maupun untuk mandi dan mencuci. Sebenarnya bukan hal baru bagi para perusahaan dan pemerintah bahwa masyarakat adat di wilayah ini menolak berbagai jenis perusahaan yang ingin masuk. Masyarakat adat sudah memperingatkan kepada pemerintahan Kecamatan, Kabupaten bahkan sampai ke Menteri agar jangan lagi menghadirkan perusahaan di wilayah adat mereka. Peringatan seperti ini masyarakat adat buat dalam bentuk surat pernyataan penolakan yang dibubuhi cap jempol atau tanda tangan warga masyarakat adat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar