Kamis, 30 Oktober 2008
Banjir Bandang Menerjang Kecamatan Ella Kab. Melawi Kalbar
Rabu, 29 Oktober 2008
Sengketa Kawasan Hutan Antara MA Ketemenggungan Siyai Vs TN Bukit Baka - Bukit Raya
Penanda Tanganan Kesepakatan Bersama antara MA Siyai dan TN BB - BR untuk Menyelesaikan Sengketa Kawasan Hutan
Berdasarkan pengamatan di lapangan (tempat ladang), bahwa ladang yang dimaksud adalah ladang bekas tahun sebelumnya. Karena tidak jadi dibakar, maka mereka menebasnya lagi dan tidak ada menebang pohon kayu. Tidak hanya 2 (dua) orang saja yang berladang di tempat tersebut, tapi ada 5 (lima) orang yang semuanya adalah warga Masyarakat Adat Sungkup. Kalau mengacu pada hasil pemetaan parsipatif tahun 1998 yang difasilitasi oleh PPSDAK – Pancur Kasih bekerjasama NRM-2/EPIQ, Unit TN BB-BR, LIT-BANG, Kanwil Dept. Kehutanan Kab. Sitntang, PT. SBK Kab. Ketapang bahwa kawasan tempat berladang merupakan hak penguasaannya oleh warga Masyarakat Adat Sungkup. Pemetaan partisipatif sendiri dilakukan untuk mengantisipasi konflik yang akan muncul antara Masyarakat Adat dan TN BB-BR serta dengan pihak perusahaan PT. SBK dalam hal pengusaan kawasan hutan.
Rabu, 22 Oktober 2008
Batu Bara di Kecamatan Serawai Kab. Sintang
Perempuan Adat Dusun Gurung Permai Kecamatan Serawai Mengusir
Serawai - Kejadian ini bermula pada hari Sabut tanggal 18 Oktober 2008, ketika tim survey dari PT. Heravika Kalsindo datang ke Dusun Gurung Permai, Desa Gurung Sengiang Kecamatan Serawai Kabupaten Sintang. Perusahaan ini sendiri bergerak di bidang pertambangan. Areal utama perusahaan ini terletak di bukit kerapas, bukit alat dan bukit bunyau. Kedatangan tim survey pertambangan batu bara berbekal surat tugas yang dikeluarkan oleh Bupati Sintang. Inti dari surat tugas tersebut adalah memberikan ijin kepada tim survey batu bara untuk melakukan penyidikan atas potensi batu bara yang ada di wilayah masyarakat adat Desa Sengiang. Waktu yang diberikan oleh Bupati Sintang adalah selama 1 (satu) bulan dimulai dari tanggal 24 September – 24 Oktober 2008. Ada 7 (tujuh) orang tim survey yang datang salah satunya adalah Direktur Perusahaan pertambangan batu batu bara yang bernama Ir. Agung dan satu orang lagi konsultanya bernama Wisman, sedangkan yang lainnya adalah tim teknis lapangan. Kedatangan rombongan ini tidak sendiri. Ikut dalam rombongan tim survey batu bara ada dari pihak Kecamatan Serawai, yaitu: Camat, Polsek, dan Wakil Danramil serta 8 (delapan) orang warga Masyarakat Desa Mentibar ditambah 3 (tiga) orang warga Desa Gurung Sengiang Kecamatan Serawai, Kapaten Melawi
Sikap dan Tanggapan Muspika Serawai dan Tim Survey
Setelah mendengar semua sikap dan pernyataan Masyarakat Adat Dusun Gurung Permai yang menolak secara mentah-mentah kehadiran perusahaan pertambangan batu bara. Camat langsung beraksi dan mengajak Masyarakat Adat untuk bersumpah atas pernyataan mereka. Dia mengatakan: ”Apakah Masyarakat Adat berani bersumpah atas penolakan tersebut?”. Masyarakat adat secara serentak mengatakan berani. ”Apakah Masyarakat Adat berani berhadapan dengan Bupati?”, kata Camat lagi. Masyarakat adat mengatakan lagi: ”Jangankan berhadapan dengan Bupati, berhadapan dengan Presiden, Guburner kami tidak takut”.
Lain lagi pernyataan manajer perusahaan pertambangan atas sikap dan pernyataan Masyarakat Adat yang menolak kehadiran pertambangan batu bara. Menejer perusahaan hanya memberikan pandangan, bahwa kehadiran perusahaan akan memberikan lapangan kerja bagi masyarakat, memberikan fasilitas dalam bentuk bina desa, membuka akses jalan tembus dari jalan raya ke dusun-dusun lainnya, dapat meningkatkan perekonomian masyarakat, mudah mendapatkan uang banyak sehingga bisa membeli motor dan mobil. Jadi manajernya lebih kepada promosi yang bagus-bagus saja apabila perusahaan pertambangan jadi beroperasi di wilayah milik Masyarakat Adat. Dan tidak ada dari rombongan tim survey yang mengatakan hal-hal jelek apabila suatu perusahaan beroperasi di wilayah Masyarakat Adat.
Menurut warga Dusun Gurung Permai, promosi seperti ini sudah basi sering disampaikan oleh banyak perusahaan yang hanya ingin memperkaya diri sendiri. ”Mana mungkin perusahaan seperti pertambangan batu bara mau rugi hanya karena memenuhi permintaan masyarakat adat”, celetuk seorang warga lainnya. Oleh sebab itu beberapa perusahaan yang pernah masuk ke wilayah adat ini tidak pernah menempati janjinya, seperti ada uang bina desa, perbaikan jalan, membuat rumah adat, memperbaiki rumah ibadat dan sebagainya. Apabila perusahaan sudah untung dengan mengeruk semua sumber daya alam milik Masyarakat Adat maka pasti mereka tidak peduli lagi dengan Masyarakat Adat setempat. Dan konflik-konflik yang terjadi antara Masyarakat Adat dengan perusahaan juga berakar dari tidak dipenuhinya janji-jani yang pernah dilontarkan pada waktu ingin masuk ke wilayah milik Masyarakat Adat.
Atas pernyataan Camat Serawai dan manajer perusahaan yang menurut mereka tidak memuaskan di atas, kaum perempuan adat beraksi dan marah. Mereka langsung mengusir rombongan tim survey batu bara untuk segera angkat kaki dari dusun mereka. Pengusiran terhadap para pejabat pemerintah dan perusahaan oleh kaum perempuan adat di pedalam Kalbar merupakan hal baru bagi kita semua. Ini membuktikan bahwa kelompok perempuan adat juga sangat peduli dengan hak-hak masyarakat adat atas tanah dan sumber daya alam lainnya. Jadi persoalan memperjuangkan dan mempertahankan hak-hak Masyarakat Adat bukan persoalan kaum laki-laki saja. Karena kalau sumber daya alam yang merupakan sumber penghidupan Masyarakat Adat habis, maka yang lebih merasakan sakit adalah kaum perempuan adat. Karena mereka tidak bisa lagi membuat berbagai jenis kerajinan tangan, mereka sulit mencari air bersih baik untuk di minum maupun untuk mandi dan mencuci. Sebenarnya bukan hal baru bagi para perusahaan dan pemerintah bahwa masyarakat adat di wilayah ini menolak berbagai jenis perusahaan yang ingin masuk. Masyarakat adat sudah memperingatkan kepada pemerintahan Kecamatan, Kabupaten bahkan sampai ke Menteri agar jangan lagi menghadirkan perusahaan di wilayah adat mereka. Peringatan seperti ini masyarakat adat buat dalam bentuk surat pernyataan penolakan yang dibubuhi cap jempol atau tanda tangan warga masyarakat adat.
Minggu, 19 Oktober 2008
Hukum Adat Bagi Perusahaan Pertambangan Batu Bara
di Wilayah Masyarakat Adat
Berdasarkan surat kesapakatan yang di buat di Desa Siyai pada tanggal 6 Agustus 2008 antara Masyarakat Adat Ketemenggungan Siyai dan Tim Survey bahwa akan ada pertemuan lanjutan untuk penyelesaian tuntutan adat pada tanggal 9 Agustus 2008. Kesepakatan ini sendiri di buat setelah ada pertemuan yang dihadiri oleh pihak Muspika (Camat, Dan ramil, dan Kapolsek) Kecamatan Menukung. Namun kesepakatan ini tidak dilaksanakan oleh tim survey. Akhirnya realisasi pemenuhan tuntutan adat dilaksanakan pada tanggal 4 September 2008 di Kampung Sungkup. Pada saat pemenuhan hukum adat dilaksanakan upacara adat. Upacara adat dimaksudkan agar tidak ada lagi tuntutan dari pihak manapun atas kasus yang sudah terjadi. Selain itu dilakukan upacara adat sumpah yang dimaksudkan agar pihak-pihak luar tidak sewenang-sewenang memasuki wilayah adat. Harus ada pemberitahuan dan musyawarah dulu dengan masyarakat adat sebagai pemilih wilayah apabila ingin masuk ke wilayah adat mereka.
Kasus ini menggambarkan bahwa tidak ada koordinasi antara para pengusaha, pemerintah. Pemerintah menganggap bahwa semua tanah beserta isinya adalah milik negara yang dapat digunakan untuk apa saja tanpa memperhatikan hak-hak Masyarakat Adat setempat. Dan kasus ini sebenarnya dapat menjadi pelajaran bagi Pemda Melawi, karena ini yang kedua kalinya Masyarakat Adat Limbai di Menukung menghukum adat perusahaan pertambangan batu bara. Seharusnya Pemda bersama Perusahaan jera donk.........