Mewujudkan Pengakuan dan Perlindungan Hukum atas Wilayah Dan Hutan Adat Kampung Tapang Sambas – Tapang Kemayau
by agustinus
Masyarakat adat yang sekarang mendiami Kampung Tapang Sambas – Tapang Kemayau
menyebut dirinya Masyarakat Adat Suku Dayak De’sa, yang secara kuantitas cukup
besar di Desa Tapang Semadak. Secara administratif Pemerintahan, Kampung Tapang
Sambas – Kemayau masuk dalam Kedesaan Tapang Semadak, Kecamatan Sekadau Hilir,
Kabupaten Sekadau. Memiliki batas-batas wilayah adat adalah: sebelah Utara
berbatasan dengan Kampung Engkelitau/Nanga Sebedau, Kecamatan Sepauk, Kabupaten
Sintang; sebelah Selatan berbatasan dengan Kampung Suak Terentang, Desa
Engkeresik, Kecamatan Sekadau Hilir, Kabupaten Sekadau; sebelah Timur berbatasan
dengan Kampung Tanah Putih (udah ada Tugu Sapat), Sungai Engkelitau, Kecamatan Sepauk,
Kabupaten Sintang; dan sebelah Barat berbatasan dengan Kampung Sebadu/Tapang
Semadak, Desa Tapang Semadak, Kecamatan Sekadau Hilir, Kabupaten Sekadau.
Kampung Tapang Sambas – Tapang Kemayau memiliki luas 1.623,50 ha, terdiri dari Bawas 309,60 ha, Gupung 82,16
ha, Kebun Karet 589,60 ha, Pemukiman 22,74 ha, Rimak Adat 38,79 ha, Sawah
490,43 ha, Tembawang 64,50 ha dan Kebun Tengkawang 26,06 ha. Jumlah penduduk adalah 200 Kepala Keluarga, 709 Jiwa terdiri dari 379
Laki-laki dan 330 Perempuan.
Mata pencaharian utama mereka adalah berladang (be-uma) lahan kering, bersawah
(uma payak) dan menyadap getah karet. Mereka menempati rumah tunggal yang
berderet mengikuti jalan raya kampung. Mereka masih memegang tinggi raya
kekeluargaan dan tetap mentaati adat istiadat yang berlaku secara
turun-temurun.
Rimak/hutan adat yang ada di wilayah adat Kampung Tapang Sambas – Tapang
Kemayau dinamakan mereka dengan Rimak Adat Tawang Panyai. Rimak adat ini merupakan
milik bersama (komunal) masyarakat. Hingga sekarang rimak adat ini relativ
masih utuh dengan topografi di dataran tanah rendah (basah dan kering). Di Rimak
Adat Tawang Panyai terdapat berbagai jenis kayu berharga, binatang liar, rotan,
tanaman obat-obatan dan lainnya. Banyak jenis yang bisa dimanfaatkan di Rimak Adat
ini, seperti buah-buahan, rotan, kayu untuk ramuan rumah pribadi dan sarana
umum, ikan, berbagai jenis binatang liar. Selain itu, Rimak Adat ini dapat
dimanfaatkan sebagai tempat wisata alam.
Untuk memanfaatkan isi riamak adat, masyarakat sepakat membuat aturan
kampung
yang mereka namakan Bepekat Bat Ngetan Ngintu Tanah Ai'. Kesepakatan ini untuk memperkuat Surat Keterangan Hutan Adat milik
Kampung Tapang Sambas – Tapang Kemayau yang dibuat oleh Kepala Dusun
Tapang Sambas – Kemayau (1994), disetujui oleh Kades Tapang Semadak dan diketahui
oleh Plt. Camat Sekadau Hilir.
Untuk itu, Rimak Adat Tawang Panyai terus diperjuangkan oleh masyarakat
agar mendapat pengajuan dan perlindungan hukum dari Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten
Sekadau. Pada 2012, mereka melakukan dialog dengan Pemda Kabupaten Sekadau,
dengan menghasilkan berita acara tentang kesepahaman pengelolaan sumber daya
hutan adat di Desa Tapang Semadak. Menindaklanjuti berita acara tersebut, Masyarakat
Adat Kampung Tapang Sambas – Tapang Kemayau sepakat untuk membuat Peraturan
Desa (Perdes) tentang Pengelolaan Rimak Adat Tawang Panyai, dan pada Juni 2014,
mereka melakukan dialog dengan Pemda Kabupaten Sekadau. Pemda sangat antusias dan
menyambut baik inisitatif Kampung Tapang Sambas – Tapang Kemayau yang telah
membuat Perdes. Satu-satunya kampung di Kabupaten Sekadau yang memiliki
inisiatif dan berani membuat Perdes tentang hutan adat adalah Kampung Tapang
Sambas – Tapang Kemayau. Komitmen Pemda Sekadau terus mereka kawal hingga
dikeluarkan Surat Keputusan Bupati atau Peraturan Daerah Kabupaten Sekadau
tentang pengakuan dan perlindungan atas hutan adat mereka.
Sebagai Masyarakat Adat, khususnya Dayak, Masyarakat Adat di Kampung
Tapang Sambas – Tapang Kemayau memiliki kelembagaan dan aturan adat secara
turun-temurun. Kampung Tapang Sambas – Tapang Kemayau secara Pemerintahan Adat
berada di bawah Ketemenggungan Tapang Semadak. Dengan struktur kelembagaan adat
adalah Temenggung sebagai Pemangku Adat Tertinggi, kemudian Menteri Adat yang dibantu
Sekutu Adat sebagai Pengurus Adat tiap-tiap kampung. Jabatan pengurus adat
memiliki tugas dan kewenangannya masing-masing. Uniknya, Pemerintahan
Ketemenggungan ini menguasai 3 sub suku, yakni Dayak De’sa, Dayak Ketungau dan Melayu.
Adat istiadat dan hukum adat telah mereka sepakati dalam masyawarah adat (2010) untuk ditulis dan dokumentasikan dalam bentuk buku. Buku adat ini yang menjadi pedoman, pegangan para pengurus adat dalam menyelesaikan sengketa/perselisihan, baik itu perselisihan antar warga kampung itu sendiri maupun melibatkan pihak luar. *****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar