B A L A I: Hukum Adat Dayak Limbai Di Sungkup

Senin, 09 Juni 2014

Hukum Adat Dayak Limbai Di Sungkup

Perusahaan Pertambangan Batu Bara Di Hukum Adat

Denda Adat Sebesar Rp. 8.200.000,-

by. Agus.Mualang

Dinilai tidak memberitahu sebelumnya kepada Masyarakat Adat Ketemenggungan Siyai sebagai pemilik wilayah adat, tim batu bara dari perusahaan pertambangan batu bara milik PT. GMT Services dikenakan Hukum Adat. Dengan Denda Adat yang pada waktu itu disepakati dinilai dengan uang sebesar Rp. 8.200.000,- (Delapan Juta Dua Ratus Ribu Rupiah) yang harus ditanggung oleh perusahaan pertambangan batu bara (PT. GMT Services).

”Beberapa waktu lalu, Bulan Agustus 2008 kebetulan ada warga Kampung Sungkup yang sedang pergi ke ladangnya dan bertemu dengan tim survey batu bara bersama dengan beberapa warga kampung lainnya”, ungkap Temenggung Siyai, Pak Manan di Kampung Sungkup kepada KR, pada waktu pelaksanaan pemenuhan Hukum Adat oleh perwakilan PT. GMT Services beberapa waktu lalu.

Pak Manan yang saat itu didampingi Ketua Adat Kampung Sungkup, Pak Aryah dan beberapa Tokoh Masyarakat Adat di Ketemenggungan Siyai, mengungkapkan bahwa sanksi adat dijatuhkan karena tim survey batu bara dari perusahaan PT. GMT Services tidak memberitahu atau melakukan sosialisasi dahulu dengan Masyarakat Adat di Ketemenggungan Siyai, selaku pemilik wilayah adat. Selain itu, warga Ketemenggungan Siyai menilai bahwa pihak perusahaan tidak mengindahkan surat penolakan atas semua bentuk investasi skala besar, termasuk pertambangan batu bara yang ingin beroperasi di wilayah adat Ketemenggungan Siyai.

“Surat penolakan Masyarakat Adat ini, dikirimkan kepada Bupati Melawi, DPRD Melawi, dan instansi-instansi Pemerintah terkait, Muspika Kecamatan Menukung dan kepada pihak perusahaan, seperti perusahaan sawit dan batu bara”, tambah Ketua Adat Kampung Sungkup, Pak Aryah.

Pak Manan menambahkan, ada 3 Sanksi Adat yang dikenakan kepada 4 (empat) orang tim survey batu bara beserta warga kampung lainnya yang ikut membantu tim survey pergi ke dalam hutan/lokasi yang akan di survey, yakni: Adat Salah Basa, Kesupan Temenggung, dan Kesupan Kampung. Pak Manan tidak merincikan besarnya tiap-tiap sanksi adat yang dijatuhkan kepada pihak perusahaan tersebut. Tapi berdasarkan kesepakatan pada waktu pertemuan antara Masyarakat Adat Ketemenggungan Siyai dengan tim survey batu bara di Desa Siyai tanggal 6 Agustus 2008, bahwa sanksi adatnya dinilai dengan uang, sebesar 8.200.000,- (Delapan Juta Dua Ratus Ribu Rupiah) yang dibagikan kepada 6 Kampung yang ada di Ketemenggungan Siyai. Selain dihadiri oleh tim survey batu bara, pertemuan ini juga dihadiri pihak Muspika Kecamatan Menukung, yakni Camat Menukung, Danramil 1205/18 Menukung, dan Kapolsek Menukung.

Perusahaan PT. GMT Services, merealisasikan Hukum Adat tersebut pada 4 September 2008 di Kampung Sungkup, disertai dengan Upacara Adat Sumpah. ”Upacara Adat Sumpah bertujuan agar kejadian serupa tidak terulang lagi, apalagi dilakukan oleh pihak-pihak luar (perusahaan) yang tidak memiliki hak atas suatu wilayah adat. Agar tidak ada lagi tuntutan dari pihak manapun atas kasus yang sudah diselesaikan secara hukum adat”, kata Pak Manan yang didampingi Ketua Adat Ketemenggungan Siyai, Pak Aryah, pada pelaksanaan Upacara Adat Sumpah di Kampung Sungkup.

Didasarkan informasi yang diperoleh KR di Kampung Sungkup, dilakukan suvey batu bara oleh tim survey berawal adanya Keputusan Bupati Melawi No.355 Tahun 2006, tanggal 18 Desember 2006, tentang Pemberian Izin Kuasa Pertambangan Eksploirasi kepada PT. Sindo Resource. Keputusan Bupati tersebut, ditindaklanjuti oleh Camat Menukung dengan mengeluarkan Surat No. 540/489/Ekbang/2008, prihal Pemberitahuan Tim Survey Batubara dari PT. GMT Indonesia kepada Kepala Desa Belaban Ella. Inti dari isi Surat Camat Menukung adalah meminta perhatian Saudara Kepala Desa Belaban Ella untuk membantu kelancaran tim survey batu bara dalam mengadakan survey di wilayah Kedesaan Belaban Ella. Kemudian agar Kepala Desa memberitahukan kepada masyarakat tentantang kegiatan dimaksud.

Walaupun kejadiannya sudah cukup lama, namun apa yang telah dilakukan Masyarakat Adat Ketemenggungan Siyai dengan menghukum adat PT. GMT Services merupakan pelajaran penting bagi semua pihak. Masyarakat Adat Ketemenggungan Siyai ingin mengatakan bahwa mereka masih mempraktikan adat istiadat, kebiasaan-kebiasaan, khususnya hukum adat yang merupakan warisan leluhur mereka terhadulu. Bukan nilai adat yang dapat dinilai dengan uang yang ingin ditonjolkan Masyarakat Adat Ketemenggungan Siyai, tapi nilai-nilai, roh dari hukum adat itu yang ingin mereka tegakkan. Untuk itu, bagi semua pihak diharapkan dapat menghormati adat istiadat, tradisi-tradisi dan hukum adat turun-temurun Masyarakat Adat. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Langganan: Posting Komentar (Atom)

Mualang

Photo Dayak Mualang diambil oleh seorang Misionaris Belanda sekitar tahun 1948. Masyarakat Dayak Mualang Jaman dulu mengekspresikan diri lewat tari-tarian. Rumah Panjang merupakan tempat bagi mereka untuk saling belajar bersama. Di Rumah Panjang terjadi proses transformasi ilmu secara lisan dari orang tua kepada anak-cucu secara turun-temurun. Tidak mengherankan kalau Rumah Panjang merupakan Identitas bagi MA Dayak. Semangat gotong-royong, solidaritas hal utama yang terjadi dalam kehidupan di Rumah Panjang. Penghormatan terhadap adat istiadat, hukum adat sangat dijunjung tinggi oleh warga Masyarakat Adat Dayak. Identitas sebagai Masyarakat Dayak tetap menjadi hal utama untuk dipertahankan.

Dayak Mualang Jaman Dulu, lagi berpose untuk difoto. Kehidupan mereka (Dayak Mualang red) sekarang jauh berbeda, tidak lagi kita temukan orang Mualang yang hidupnya seperti jaman dulu. Kehancuran Dayak Mualang salah satu penyebabnya adalah masuknya perusahaan-perusahaan skala besar (sawit) yang kini merambah wilayah Mualang terutama di Kecamatan Belitang Hilir, Tengah dan Hulu. Penyebab lain orang Mualang tercerabut dari adat - budayanya dalah masuknya agama-agama besar ke pedalaman-pedalaman orang Mualang.

Tanaman Obat

Tanaman jenis rumput yang dikenal oleh Masyarakat Adat sebagai tumbuhan yang dapat menyembuhkan berbagai penyakit. Tumbuhan ini bahasa kampungnya adalah "Tumbuhan Riang". Tumbuhan yang tumbuh secara liar di dalam hutan diyakini masyarakat adat dapat menyembuh penyakit batuk-pilek, demam batuk, kering tenggorokan, demam berdarah. Cara penggunaannya cukup sederhana, yaitu: daun ditumbuh halus sampai mengeluarkan air, diperas, air yang sudah diperas dicampur garam sedikit langsung diminum atau dapat juga langsung dimakan. Tanaman ini juga dapat dimakan mentah dengan garam sedikit, rasanya asam.

LaHaN SaWiT

Ini adalah areal perkebunan sawit yang terletak di Kampung Sungai Limau, Beranayau dan sekitarnya, Kecamatan Sepauk Kabupaten Sintang. Lahan yang digunakan kebanyakan tanah berbukit dan jurang yang cukup terjang. Perusahaan yang akan membuka lahan ini adalah PT. Jake Sarana yang telah mendapat ijin dari Bupati Sintang. Sekarang ini perusahaan dalam tahap pembuatan jalan dan pembersihan lahan. Melihat dari struktur tanah yang berbukit dan terjang tersebut, maka maka tidak bisa dihindari akan terjadi longsor dan air sungai menjadi kotor bahkan kering. Kalau air sungai kotor yang dikorbankan tetap masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Pada hal air merupakan sumber kehidupan yang vital bagi mereka. Selain itu, masyarakat akan kehilangan hak atas tanah dan sumber-sumber penghidupan lainnya

AkSi SoLiDaRiTas

Aksi dilakukan MA Pelaik Keruap Kec. Menukung, Kab. Melawi di depan Pengadilan Negeri Sintang Kal-Bar. Aksi yang melibatkan 400-an orang tersebut menutut agar hakim PN Sintang membebaskan 3 orang warga mereka yang ditahan di rutan Sintang. MA Pelaik menganggap bahwa ke 3 orang tersebut tidak bersalah. Mereka bertiga selain pengurus Desa, Kampung juga sebagai pejuang hukum adat. Mereka bertiga menegakan hukum adat bagi yang melanggarnya. Kasus ini bermula pada tahun 2009, dimana tim survey batu bara dari PT. Mekanika Utama melakukan survey batu bara di wilayah adat mereka tanpa memberitahu dengan masyarakat adat terlebih dulu. Apalagi kedatangan dan kepulangan tim survey tersebut dilakukan pada malam hari, maka MA Pelaik Keruap menganggap tim survey sebagai pencuri dan harus dikenakan sanksi adat.

JaMeS Brooke

Raja Serawak 1915 ini memberikan peringatan untuk anak Negeri Borneo: “Ku mohon dengarkanlah kata-kataku ini dan ingatlah baik-baik…. Akan tiba saatnya, ketika aku sudah tidak di sini lagi, orang lain akan datang terus-menerus dengan senyum dan kelemah-lembutan untuk merampas apa yang sesungguhnya menjadi hakmu – yakni tanah dimana kamu tinggal, sumber penghasilanmu, dan bahkan makanan yang ada dimulutmu. Kalian akan kehilangan hak kalian yang turun-temurun, dirampas oleh orang asing dan para spekulan yang pada gilirannya akan menjadi para tuan dan pemilik, sedangkan kalian, hai anak-anak negeri ini, akan disingkirkan dan tidak akan menjadi apapun kecuali menjadi para kuli dan orang buangan di pulau ini”

TeMpAyAn SuLiNg

Tradisi Masyarakat Adat Dayak De'sa di Desa Tapang Semadak, Kabupaten Sekadau apabila ada gawai besar [perkawinan, pengukuhan temenggung, dan acara besar lainnya] pasti ada minum air tuak yang diisi dalam tampayan dengan dilengkapi 2-3 biji ruas bambu kecil atau biasa disebut dengan "Tempayan Suling. Semua orang yang terlibat dalam gawai diperbolehkn menyicipi air tuak yang ada didalam tempayan tersebut secara bersama-sama. Tradisi ini telah berlangsung secara turun-temurun dan hingga kini masih dipraktekan oleh masyarakat adat Dayak De'sa. Walaupun Desa Tapang Semadak sendiri dikelilingi oleh situs-situs ekonomi besar, khususnya perkebunan sawit, namun adat istiadat, tradisi dan hukum adat tetap mereka jaga dan lestarikan. Mereka mengatakan dengan menjaga dan melestarikan tradisi yang diwariskan nenek moyang berarti menjaga identitas diri sebagai orang Dayak.