Tapang Semadak Kukuhkan Tumenggung
Bukti Eksistensi Masyarakat Adat Di Antara Semak Zaman
by. Agus dan Gunui
Salah
satu ciri khas sekaligus simbol eksistensi Masyarakat Adat adalah berfungsinya kelembagaan
adat. Masing-masing komunitas Masyarakat Adat memiliki kelembagaan adat dan
kesatuan unit sosial yang berbeda. Demikian juga dengan Masyarakat Adat Dayak
di Kalimantan, khususnya di Kalimantan Barat yang terdiri dari l51 Subsuku,
seluruh komunitas ini memiliki karakteristik kelembagaan adat tersendiri.
Umumnya bentuk kelembagaan adat adalah Ketumenggungan, Kedamungan, dan
Kebinuaan. Walaupun setiap komunitas memiliki kelembagaan adat masing-masing, akan
tetapi dengan perubahan kondisi sosial budaya karena berbagai faktor banyak
komunitas tidak lagi memiliki kelembagaan adat, atau kalaupun ada hanya formalitas
semata. Dengan dihapusnya sistem pemerintahan adat di masa rezim orde baru, menjadi pemerintahan desa sebagaimana
diamanatkan dalam UU Desa sejak 1979, maka kelembagaan adat melakukan
penyesesuaian, diantaranya bentuk ketemenggungan atau kedamungan berpusat di
desa bukan lagi di komunitas masing-masing. Satu diantara sekian banyak
kelembagaan adat yang menyatukan beberapa komunitas berbeda adalah Ketemenggungan
Desa Tapang Semadak, di Desa Tapang Semadak, Kecamatan Sekadau Hilir, Kabupaten
Sekadau.
Pada
awal tahun 2012 lalu, Markus Samin (alm), Tumenggung Desa Tapang Semadak, telah
wafat. Untuk mengisi kekosongan tersebut, pada 16 November 2013 lalu, Masyarakat
Adat di Desa Tapang Semadak yang terdiri dari beberapa kampung ini mengukuhkan
Tumenggung baru. Pengukuhan Temenggung dilaksanakan di Balai Dusun Kampung
Tapang Samas (Tapang Sambas, red) Desa
Tapang Semadak, Kabupaten Sekadau. Pengukuhan dihadiri 87 orang perwakilan pemimpin adat/kampung dari
6 Kampung di Desa Tapang Semadak yaitu Kampung Baru, Batu Bedan, Sepasa, Janang
Sebatu, Tanyung, dan Tapang Semadak. Pengukuhan ini juga dihadiri Martinus, Ketua Komisi B DPRD
Kabupaten Sekadau.
Tumenggung
baru yang diangkat oleh para sekutu Adat, Tetua Adat, Pengurus Kampung, beserta
Perangkat Desa Tapang Semadak adalah Kornelius Liyon. Dalam musyawarah adat
mereka bersepakat untuk mengukuhkan warga Kampung Tapang Sambas, asal Kampung
Lanjau, Tempunak-Sintang ini sebagai punggawa adat setingkat ketumenggungan
atau Sedesa Tapang Semadak. Pria yang biasa disapa Liyon ini menerima amanah
tersebut dan mengharapkan dukungan dari seluruh unsur Masyarakat Adat Desa
Tapang Semadak. Ia juga berterima kasih atas segala kepercayaan yang diberikan
masyarakat meski ia merasa belum layak. “Meski usia saya sudah kepala empat,
tapi pengetahuan saya tentang adat istiadat masih terbatas. Makanya saya harus
banyak belajar dengan anggota masyarakat yang lain. Saya berterima kasih karena
telah mengangkat saya, saya akan jaga kepercayaan ini dan minta dukungan kita
semua, supaya bisa menjadi tumenggung yang baik dan benar-benar berguna bagi
Masyarakat Adat kita,” kata Liyon.
Prosesi
Pengukuhan Temenggung dimulai dengan ritual adat Ngukoh Temenggung ( Pengukuhan Temenggung). Perangkat adat yang digunakan
untuk ritual ini adalah babi 30 kilogram, tempayan suling 1 buah, ayam 1 ekor,
beras 1 mangkok adat, ubung (benang)
1 gulung, duit pengkeras Rp 20.000, ketutung buluh (bambu yang telah diruncing, untuk
menyimpan sesuatu), ketawak 1 buah, jerabat adat 5 singkap, dan arak 15
botol. Perangkat adat itu memiliki fungsi masing-masing, yakni babi sebagai bahan dasar ritual adat untuk sesajian
kepada Petara (Tuhan). Selain
itu, dipakai juga sebagai santapan bersama peserta yang
hadir. Ayam untuk bekibau (mengipas
atau memberkati temenggung baru), beras untuk mengukuhkan semengat (roh) Tumenggung baru dan peserta yang hadir. Beras, ubung, dan uang
pengkeras, ketutong buluh, ketawak, jerabat dan arak disimpan di samping
tempayan suling atau pengasi
(tempayan yang diisi dengan tuak dan 2 buah bambu kecil untuk minum tuak dalam
tempayan). Seluruh perangkat adat disiapkan bersama secara swadaya.
Ritual
Adat Pengukuhan Temenggung dipimpin oleh Banjan. Menurut Banjan, ritual adat pengukuhan
ini dimaksudkan untuk mengucapkan syukur kepada Petara atas terpilihnya dan
dikukuhkannya Tumenggung baru. “Ini juga wujud syukur kita karena acara terselenggara dengan lancar. Selain itu, yang
terpenting, ritual ini adalah permohonan atau doa adat agar Petara memberi restu
pada pengukuhan ini, sekaligus agar Temenggung yang dikukuhkan mampu
menjalankan tugasnya”, papar Banjan lugas.
Setelah
seluruh prosesi adat dijalankan dan tuak suling atau pengasi udah diminum bersama, maka serangkaian acara
pengukuhan sudah dianggap selesai dan memenuhi syarat sebagai Tumenggung baru. Setelah
3 hari ritual adat Pengukuhan Temenggung ini, wajib bagi Masyarakat Adat Tapang
Semadak untuk mengadakan ritual adat selanjutnya yaitu ritual adat ngibau tempayan, sebagai lambang kekuatan lembaga adat.
Selain itu, adat ini juga untuk muai
pantang-pemali, sial-sisil, celaka, bahaya, penyakit (membuang pantang dan
berbagai bentuk mala atau kesialan) bagi orang banyak.
Masyarakat
Adat Dayak tak bisa dipisahkan dari adat istiadatnya. Menurut Martinus, Ketua
Komisi B DPRD Sekadau, Orang Dayak memiliki istilah dalam hidup sehari-hari,
yakni Hidup Dikandung Adat, Mati Dikandung Bumi. Artinya, kehidupan
Orang Dayak tidak bisa dipisahkan dari adat istiadat dan hukum adat. “Adat
istiadat merupakan identitas diri turun-temurun bagi Masyarakat Adat Dayak. Untuk itu,
identitas ini perlu dijaga dan dilestarikan demi keberlangsungan hidup Orang
Dayak. Masyarakat Adat memiliki keistimewaan tersendiri, yakni ada nilai-nilai
kearifan lokal, religious, kejujuran, kebersamaan dan lain sebagainya. Dengan
pengukuhan Temenggung Desa Tapang Semadak telah membuktikan bahwa Masyarakat Adat
itu ada,” kata Pak Martinus.
Dengan
terlaksananya Pengukuhan Temenggung Desa Tapang Semadak, ini membuktikan bahwa Masyarakat
Adat yang bermukim di Desa Tapang Semadak masih ada dan tetap eksis. Mereka
menyadari bahwa kelembagaan adat, pengurus adat sangat penting dalam menjaga
keharmonisan dan kewibawaan hidup sehari-hari.
Pengukuhan Temenggung ini dapat menjadi pembelajaran bagi kampung-kampung, di
lain komunitas yang adat istiadat dan kelembagaan adatnya sudah mulai pudar. Melaui
kekuatan kelembagaan adat, maka kedaulatan atas wilayah adat dan adat istiadat
(kebudayaan) dalam komunitas bisa semakin eksis. Hal ini sudah sepatutnya mendapat respon lebih dari
kalangan pemerintah agar tidak semakin membiarkan keberadaan adat istiadat
beserta lembaga adatnya hilang dari muka bumi. Masyarakat Adat Tapang Semadak
dalam momen pengukuhan ini berharap ini bisa menjadi contoh di tempat lain dan
pemerintah dapat mengesahkan Undang-Undang tentang Pengakuan dan Perlindungan
terhadap Masyarakat Adat. ****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar