Rabu, 19 Maret 2014

Catatan Akhir Tahun



Wilayah Adat Dayak Diujung “Tanduk”
Refleksi Rapat Umum Anggota Perkumpulan (RUAP) LBBT



“Nasib Orang-Orang Dayak di Kalimantan Barat, 
ibarat telur “diujung tanduk”.



Ungkapan itu disampaikan oleh Pak Miden, salah seorang anggota perkumpulan LBBT pada Rapat Umum Anggota Perkumpulan (RUAP) LBBT, tanggal 20 Novermber 2013 di Ruang Talino LBBT. “Yang menyedihkan, sekarang ini hak milik individu Orang Dayak atas tanah, wilayah adat di kampung-kampung, telah beralih ke pihak perusahaan besar (sawit, tambang). Kedepannya Orang Dayak di Kalimantan Barat (Kalbar) akan kehilangan tanah, wilayah adat dan itulah Orang Dayak hilang identitasnya”, tambah Pak Miden lagi yang berasal dari Kampung Aur, Kabupaten Landak.

RUAP LBBT merupakan forum tertinggi untuk mengambil keputusan bersama terkait program dan kebijakan LBBT. Pada RUAP tersebut selain menyampaikan progress program selama 1 tahun (2013), rencana program kedepan (2014), juga membicarakan kondisi terkini Masyarakat Adat berserta hak-haknya atas wilayah adat. Dan diskusikan juga mengenai Putusan MK 35/2012 tentang Hutan Adat, yang dapat dijadikan strategi perjuangan dalam mewujudkan pengakuan dan perlindungan wilayah Masyarakat Adat di Kalbar.

Mengenai kondisi terkini Masyarakat Adat beserta wilayah adat Dayak di Kalbar. Peserta RUAP menyampaikan bahwa: hampir diseluruh sumber-sumber penghidupan  Masyarakat Adat telah “dibagi-bagi” Pemerintah (Pusat, Daerah) untuk investasi skala besar (sawit, tambang, IUPHHK). Hak-hak turun-temurun Masyarakat Adat, termasuk adat istiadat, budaya, dan hukum adat sudah hampir punah dan menuju kehancuran. Setiap hari terjadi konflik perebutan atas tanah, wilayah milik Masyarakat Adat di Kalbar ini. Di beberapa kampung/wilayah, kelembagaan adat beserta pengurusnya tidak dipercaya lagi untuk menegakkan hukum adat karena di “indikasikan” menerima “fee” dari perusahaan sawit.

Berdasarkan Laporan Devisi Penanganan Kasus LBBT, dalam satu tahun (2013) saja, ada 40 konflik yang sampaikan Masyarakat Adat ke LBBT. Konflik perebutan tanah antara Masyarakat Adat dengan perusahaan sawit yang sangat mendominasi. Konflik ini juga telah merambah ke konflik antar keluarga, kampung dan komunitas karena terjadinya pro dan kontra dengan masuknya perusahaan sawit. Terjadinya kriminalisasi terhadap warga Masyarakat Adat yang secara tegas menolak kehadiran perusahaan besar di wilayah adat mereka.

Strategi Perjuangan
Untuk menyikapi persoalan di atas, peserta RUAP LBBT mengusulkan strategi advokasi yang dapat dilakukan kedepan. Pertama, memanfaatkan Putusan MK 35/2012 tentang Hutan Adat. “Ini Peluang. LBBT dan kita semua perlu menyikapi Putusan MK ini secara cerdik sebagai alat klaim kepemilikan Masyarakat Adat atas wilayah adatnya”, kata Sandra Moniaga. Sandra juga mengharapkan, LBBT dapat bekerjasama dengan Komisi Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk mendata konflik-konflik pertanahan yang terjadi di Kalbar.

Kedua, LBBT perlu memikirkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terhadap perusahaan-perusahaan yang menggusur wilayah adat. “Kerja-kerja LBBT ditingkat basis melalui pengorganisasian dan advokasi sudah cukup kuat. Sekarang perlu melalui Pengadilan (Litigasi)”, kata Seko, sebagai Dosen Hukum Untan sekaligus Anggota Perkumpulan LBBT.

Keempat, membangun Pusat Belajar Masyarakat Adat (Community Learning Centre). “Learnig Centre merupakan salah satu alat pengorganisasian Masyarakat Adat. LBBT focus pada hukumnya. Kita harus proaktif, sekarang. Kita harus melakukan pembelaan lewat pengadilan (litigasi) untuk menangani kasus-kasus di Masyarakat Adat sekarang”, kata John Bamba, sebagai Board LBBT.

Kelima, mengkampanyekan kasus-kasus Masyarakat Adat melalui berbagai media (elektronik dan masa). “Ruai Tv perlu digunakan untuk menggalang opini public agar memahami konflik pertanahan/SDA yang terjadi di Kalbar. Sehingga muncul dukungan dari berbagai pihak terhadap konflik yang sedang dialami Masyarakat Adat di Kalbar”, kata Masiun. Dan keenam, sinergisitas gerakan. Perjuangan untuk mewujudkan pengakuan wilayah adat harus dilakukan secara sinergis.****

Tidak ada komentar: