Tanah Adat Kami
Konfrensi Pers Masyarakat Adat di Desa Gurung Sengiang, Kecamatan Serawai, Kabupaten Sintang untuk Menolak Kehadiran Perusahaan Sawit di Wilayah Adat Mereka.
Konflik sumber daya alam (SDA) sebagai dampak dari kebijakan pembukaan investasi perkebunan sawit di Kalimantan Barat akhir-akhir ini terus terjadi dan menghiasi sejumlah media massa. Kebijakan pembangunan atas nama kesejahteraan itu seringkali membuat masyarakat yang tinggal di sekitar hutan resah, terlebih ketika tanah adat termasuk wilayah kelola yang selama ini biasanya digunakan untuk berbagai keperluan seperti untuk memenuhi kebutuhan hidup terancam digusur oleh karena masuknya investasi perkebunan sawit. Hal lain yang sangat disesalkan adalah ketika Masyarakat (Adat) yang selama ini mengandalkan hidup dan kehidupannya dari hutan, tanah dan air menjadi pihak yang selalu dirugikan dengan hadirnya investasi skala besar ini.
Berkaca dari fenomena diatas, maka Masyarakat Adat di Desa Gurung Sengiang, Kecamatan Serawai, Kabupaten Sintang, adalah satu dari komunitas Masyarakat Adat di Kalimantan Barat yang saat ini tidak mengingginkan tanah dan hak ulayat mereka dikuasai oleh pihak lain. Akan hadirnya dua perusahaan perkebunan sawit skala besar yakni PT. Sumber Hasil Prima (SHP) dan PT. Sawit Sumber Andalan (SSA) di daerah masyarakat Adat dengan sendirinya melahirkan pro dan kontra sehingga terjadi konflik di masyarakat. Hadirnya perusahaan sawit yang telah melakukan survey tersebut pernah di tolak oleh masyarakat sejak tahun 2007, namun demikian perusahaan yang hadir tanpa persetujuan masyarakat terus melakukan aktifitas. Dalam hal ini, kehadiran perusahaan sawit hanya disetujui oleh Kepala desa beserta beberapa oknum perangkat desa lainnya.
Kekhawatiran Masyarakat Adat di Desa Gurung Sengiang tentu bukan mengada-ada dan sangat beralasan, sehingga penting kiranya mendapat perhatian semua pihak terlebih hal ini menyangkut hidup dan mati masyarakat setempat. Selama ini hutan, tanah dan air telah menjadi sumber kehidupan masyarakat yakni untuk bertani (berladang), berkebun karet dan berbagai aktifitas untuk memenuhi kebutuhan hidup lainnya. Dengan demikian, hadirnya perkebunan sawit menjadi ancaman bagi kelangsungan hidup masyarakat, termasuk dalam hal ini menjadi ancaman atas sumber pangan yang dihasilkan sendiri oleh masyarakat setempat selama ini.
”Jangankan berladang, berkebunpun nanti susah, untuk kayu api pun susah, beli minyak semakin mahal. Bila tanah kami digarap untuk sawit, akan banyak tanaman maupun tumbuhan obat, sumber sayuran yang akan musnah. Tanaman sawit sifatnya hanya sejenis saja, sedangkan kalau karet kami dapat kelola kembali untuk berladang dan untuk lahan pertanian lainnya” ungkap F. Asam, Kadus Melaku Kanan.
”Kami tidak ingin menyerahkan wilayah adat yang ada kepada pihak perusahaan apapun bentuknya. Bila kami menyerahkan lahan untuk perkebunan sawit dan perusahaan yang lain, sama artinya kami mewariskan keturunan untuk jadi kuli. Yang jelas, tanah adat kami tidak untuk sawit” tambah Antonius Maca, warga Kampung Mentibar.”Tujuan kami mempertahankan tanah, air, bawas dan hutan karena di dalamnya terdapat kekayaan leluhur. Kalau hutan habis otomatis kami tidak bisa memperoleh kayu untuk bahan bangunan sekaligus untuk kebutuhan hidup. Demikian pula bila sawit masuk, di mana lagi masyarakat adat mau mencari ikan dan air bersih lagi? Kalau perkebunan sawit dipaksakan, berarti mereka mau membunuh masyarakat kami. Biarlah tanah yang ada kami kelola sesuai dengan kemampuan. Apapun yang ditinggalkan nenek moyang kami, jangan sekali-sekali diambil oleh pihak manapun. Karena tanah merupakan nafas Masyarakat Adat“ pinta M. Tono, pengurus Adat Desa Gurung Sengiang.
“Persoalan yang dihadapi masyarakat adat ini kami berharap kepada pemerintah daerah agar menanggapi permasalahan yang disampaikan secara serius dan tidak memaksa masyarakat untuk menerima perusahaan apapun yang akan masuk bila warga sendiri tidak menghendaki” pinta Dunasta Yonas, aktifis LBBT.
Melalui catatan ini, masyarakat Adat di Desa Gurung Sengiang, Kecamatan Serawai, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat menyampaikan menolak Perkebunan Sawit dan perusahaan apapun yang akan menghancurkan sumber hutan, tanah dan air yang merupakan sumber hidup dan kehidupan Masyarakat Adat Desa Gurung Sengiang.
Pontianak, 4 Mei 2011
Masyarakat Adat Desa Gurung Sengiang (Dusun Nanga Mentibar dan Dusun Melaku Kanan, Sungai Garung) Kecamatan Serawai, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat