Bagi Masyarakat Adat,
terutma Dayak di Kalbar mengenal berbagai jenis ritual adat, seperti ritual
adat kelahiran, ritual adat kematian, ritual adat behuma-betaun
(berladang-bertahun), ritual adat menyambut tamu, dan lain sebagainya. Ritual-ritual
adat ini merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan, sudah mejadi tradisi dalam
kehidupan sehari-hari Masyarakat Adat.
Begitu
halnya dengan Masyarakat Adat Dayak Melahui yang bermukim di perhuluan Sungai
Melawi tepatnya di Kampung Sungai Garung, Desa Gurung Sengiang, Kecamatan
Serawai. Salah satu ritual adat yang kini masih dipraktikan Masyarakat Adat
Sungai Garung adalah Ritual Adat Ngokoh Nyongkolan atau Ritual Adat Menguatkan
Semangat.
Menurut Ibu Meni (50),
sebagai pemimpin Ritual Adat Ngokoh Nyongkolan mengatakan: “ritual adat ini
bertujuan untuk menguatkan semangat (somongat) seseorang/kelompok orang. Agar
somangat tetap kokoh atau kuat sehingga terhindar dari segala penyakit,
mara-bahaya atau pembawa sial lainnya”. “Ritual adat ini bisa dilakukan kapan
saja, tapi biasanya diperuntukan bagi tamu-tamu yang baru datang ke Kampung
Sungai Garung. Biar semangat (somongat) para tamu tadi tetap kokoh/kuat atau
agar tetap sehat selalu di Kampung”, tambah Ibu Randa (60) yang juga pemimpin
ritual adat ini.
Adapun perangkat adat
yang diperlukan untuk ritual adat ini terdiri dari: 1 (satu) ekor ayam, 1
(satu) mangkok beras biasa (bahasa Melahui beras Sabur), 1 (satu) mangkok beras
pulut/ketan, 1 (satu) bilang parang Mandau, dan Tali Akar Tongang (Siro)
secukupnya. Perangkat ritual adat ini disusun berdampingan secara rapi dan
teratur di lantai rumah. Dan orang-orang atau tamu yang akan di-Ritual Adat ini
disuruh duduk mengelilingi perangkat adat tersebut.
Menurut Ibu Meni,
masing-masing perangkat adat ini memiliki fungsi dan artinya tersendiri. Ayam disebut
Manuk Petopas, yakni sebagai alat/perantara untuk membuang sial, mengusir
penyakit, mengusir hantu-setan, dan juga sebagai perantara meminta hal-hal yang
baik, yang memberikan kesehatan dan kekuatan kepada setiap/kelompok orang. Prosesnya
adalah Ayam Petopas ini dikibau ke matahari tenggelam dan matahari timbul. Ayam
ditopas/Kibau ke matahari tenggal dimaksudkan untuk membuang hal-hal yang
buruk, membuang penyakit atau pembawa sial, sebaliknya ditopas/kibau ke
matahari timbul untuk meminta hal-hal yang baik, yang menyehatkan,
membangkitkan semangat dan lainnya. Setelah dikibau ke matahari tenggelam dan
terbit, ayam ini kemudian diletakan di kepala orang-orang yang mengikuti ritual
adat ini.
Sedangkan Beras Biasa
atau disebut dengan Beras Sabur digunakan sebagai alat untuk
menguatkan/mengokohkan semangat (somongat) kepada seseorang/sekelompok orang
sehingga terhindar dari mara-bahaya, sial atau pun berbagai jenis penyakit. Prosesnya
adalah beberapa butir Beras Sabur ini ditaburkan ke setiap kepala orang yang
mengikuti ritual adat. Begitu juga dengan Beras Ketan/Pulut yang berfungsi
sebagai alat penguat atau pelekat. Beras Ketan digunakan karena daya lekatnya
sangat kuat dibandingkan dengan beras biasa (sabur). Setiap melakukan Ritual
Adat Ngokoh Nyongkolan, antara Beras Sabur dan Beras Ketan tidak dapat
dipisahkan, keduanya harus ada karena keduanya saling melengkapi.
Parang Mandau atau
dapat juga menggunakan besi lainnya, merupakan alat penguat juga bagi semangat
(somongat) orang-orang yang mengikuti ritual adat. Prosesnya, parang Mandau
atau besi digigit (kokah) oleh orang-orang yang ikut ritual adat ini. Dan
terakhir adalah Tali Akar Tongang atau Siro, digunakan sebagai pengikat
semangat agar tetap kuat/kokoh dalam menghadang segala bentuk penyakit, pembawa
sial. Menurut Masyarakat Adat Sungai Garung, tali tongang ini merupakan tali
yang berasal dari sebuah akar yang sangat kuat. Prosesnya, pada akhir ritual
adat, Tali Siro ini diikatkan ke tangan kanan orang-orang yang mengikuti ritual
adat ini. Tali ini boleh ditanggalkan atau dibuka dari tangan setelah 3 (tiga)
hari lamanya, tapi kalau merasa senang menggunakannya tidak dibuka dari tangan
juga tidak jadi masalah. Pada jaman dulu, sebelum mengenal paku sebagai alat untuk
memaku rumah, orang-orang tua menggunakan akar tongang ini sebagai pengikat tiang-tiang
dan atap rumah. Dan sekarang ini, tali akar tongang digunakan untuk mengikat
pondok-pondok ladang.
Komitmen dan kepatuhan
Masyarakat Adat Sungai Garung untuk tetap mempraktikan ritual-ritual adat ini
patut didukung dan dihormati. Agar ritual adat seperti ini tetap eksis, maka
sumber daya alam juga harus tetap lestari dan berkelanjutan, karena sumber dari
terlaksananya ritual adat ini semuanya berasal dari sumber daya alam yang masih
utuh.
*******